Thursday, January 31, 2013

Doa Ketika Bersama Suami-Istri

Doa Ketika Bersama Suami-Istri


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ، إِذَا أَرَادَ، أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ، فَقَالَ : بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ، فِي ذَلِكَ، لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا.
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Jika diantara kalian bersetubuh dengan suami/istrinya, maka ucapkanlah: BISMILLAH, ALLAHUMMA JANNIBISSYAYTAN, WA JANNIISSYAYTHAAN MAA RAZAQTANA”. Maka jika ditentukan dalam persetubuhan itu keturunan, Syaitan tidak bisa menjebak anaknya/menggoda anaknya kelak” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Maha Suci Allah Subhanahu wata’ala Yang telah memohon dan meminta kepadaNya jutaan milyar jiwa dari zaman ke zaman dan generasi ke generasi, dan Dia Allah subhanahu wata’ala melihatnya, dan memberi kepada yang dikehendakiNya untuk diberi hajat-hajatnya, atau bagi mereka yang tidak diberi hajatnya maka diangkat darinya satu musibah, atau tidak dengan memberi apa yang diminta dalam doanya namun menghapuskan dosanya. Sebagaimana kuatnya iman sayyidina Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu yang berkata : “Aku gembira dengan datangnya musibah kepadaku, pertama karena musibah itu bukan menimpa pada imanku, dan yang kedua karena musibah itu akan menjadi penghapus dosaku, dan ketiga bahwa Allah subhanahu wata’ala mengangkat derajatku dengan datangnya musibah tersebut, sehingga aku gembira dengan datangnya musibah kepadaku”, demikianlah keadaan orang-orang yang telah ditinggalkan oleh musibah dan tidak lagi mendekatinya, demikian sayyidina Umar bin Khattab Ra senantiasa berdoa sebagaimana dalam riwayat shahih Al Bukhari :
اَللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ شَهَادَةً فِي سَبِيْلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِيْ بَلَدِ رَسُوْلِكَ
“ Ya Allah anugerahilah kepadaku syahadah (meninggal syahid) di jalanMu, dan jadikanlah wafatku di negeri utusanMu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Maka dikabulkanlah doa beliau oleh Allah subhanahu wata’ala dan beliau meninggal syahid dan tidak hanya wafat di wilayah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan tetapi juga dimakamkan disamping sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah subhanahu wata’ala telah memberinya lebih dari yang ia minta.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Hadits yang kita baca di malam hari ini, merupakan hadits yang sangat ringkas, yaitu bacaan atau doa untuk pasangan suami istri ketika melakukan jima’, namun kalimat ini membuka rahasia keluhuran untuk generasi-generasi di masa mendatang. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada ummatnya ketika akan bersetubuh dengan istrinya maka hendaklah ia membaca doa :
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتنَا
“ Dengan nama Allah, wahai Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkan syaitan dari (keturunan) yang Engkau anugerahkan kepada kami”
Sehingga jika dari persetubuhan itu Allah subhanahu wata’ala menjadikan darinya keturunan, maka syaitan tidak akan bisa mengecohnya atau menyesatkannya selama-lamanya, hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala akan memberi penjagaan yang sempurna kepada keturunan itu hingga ia besar tidak akan dikecoh oleh syaitan di dalam hari-harinya di siang dan malamnya, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini sebab jebakan syaitan seperti mereka yang terjebak dalam minum-minuman keras, perzinaan, perjudian, kerusakan aqidah dan lain sebagainya dari hal-hal munkar dan kemaksiatan. Kesemua ini disebabkan oleh godaan syaitan yang menghantam orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut. Dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah membentengi ummatnya dari hal-hal tersebut bahkan sebelum mereka lahir, yaitu dengan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan mengamalkannya maka seseorang sebelum ia lahir bahkan ketika masih berupa sel-sel mani ia telah terjaga dari jebakan-jebakan tersebut dengan doa yang diajarkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian setelah bayi lahir, maka dikumandangkan adzan di telinganya, sehingga suara atau kalimat yang pertama kali didengar adalah kalimat “Allahu Akbar”, lalu bayi itu kembali ke pelukan ibunya dan disusui oleh ibunya, dan terlebih lagi jika sang ibu adalah seseorang yang sangat gemar membaca Al qur’an, sehingga ketika menyusuinya ia sambil melantunkan ayat-ayat Al quran, bukan seperti yang kebanyakan terjadi pada ibu-ibu zaman sekarang, dimana sambil menyusui bayinya ia sibukkan dengan ngerumpi dan membicarakan aib-aib orang lain, maka tidak selayaknyalah hal ini terjadi pada kita ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka hadits ini akan menjaga generasi yang akan datang, dan jika semua ummat Islam mengamalkannya, atau 10% saja dari kaum muslimin mengamalkannya maka 10% dari generasi ummat muslim tidak akan dapat digoda oleh syaitan, sungguh hal ini merupakan keberuntungan dan kemajuan besar bagi umat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga generasi-generasi seperti ini akan muncul, dan semoga sunnah ini kita semua mengamalkannya dan menjadi perintisnya, sehingga kelak ketika kita berjumpa dengan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam gembira karena kita telah menyebarkan hadits ini kepada kalangan yang sudah menikah, agar mengamalkannya.
Syarh Kitab Risaalah Al Jaami’ah
Pembahasan di malam ini masih dalam pembahasan “Basmalah”. Dijelaskan oleh Al Imam At Thabari bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan Basmalah sebagai “Al Barakah wa al- aml”. Barakah maksudnya adalah melipatgandakan pahala dan kemuliaan lebih dari yang semestinya. Maka dengan mengucapkan “Basmalah”, terbukalah seluruh pintu-pintu kemuliaan yang pernah dibuka oleh Allah subhanahu wata’ala dan pintu-pintu yang belum terbuka oleh Allah subhanahu wata’ala untuk hamba tersebut, karena dengan kalimat “Bismillah” yaitu dengan nama Allah sungguh sesuatu itu bisa terjadi atau tidak bisa terjadi. Kalimat tersebut (Bismillah) terikat dengan kalimat “Kun Fayakun”, dan jika Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan “Ar Rahmaan dan Ar Rahiim” setelah kalimat itu (Bismillah) maka sungguh di alam semesta ini tidak akan ada satu pun yang bisa bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, akan tetapi kesemuanya akan tunduk dan sujud kepada Allah subhanahu wata’ala, namun setelah kalimat itu Allah subhanahu wata’ala melanjutkannya dengan kalimat “Ar Rahmaan dan Ar Rahiim”. Kalimat “ ???? “ telah kita bahas minggu yang lalu, bahwa makna dari huruf “? “ adalah “ ???? ???? “ yaitu kewibawaan Allah, dan “ ? “ adalah “ ???? ???? “ yaitu cahaya Allah subhanahu wata’ala, dan “ ? “ adalah “ ????? ???? “ yaitu kerajaan Allah. Makna kalimat “Allah” sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Al Imam At Thabari adalah tempat mengadu atau tempat mencari perlindungan bagi manusia, dan makna ringkasnya kalimat “ Allah” adalah gerbang harapan yang abadi, bagi semua hamba yang shalih atau yang pendosa, bagi semua penduduk surga atau penduduk neraka. Jika semua manusia mengetahui bahwa Allah subhanahu wata’ala adalah gerbang harapan bagi seluruh makhluk, maka apalah gunanya berharap kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Namun karena lemahnya iman, terkadang kita menjadikan “Allah” yang terakhir untuk diharapkan, ketika seseorang telah berusaha kesana kemari dan tidak ada hasil dan tidak ada yang dapat membantunya, barulah ia berlari kepada Allah subhanahu wata’ala. Padahal jika sang pencipta seluruh hajat tidak memberinya maka tidak satu makhluk pun yang akan mampu memberi atau menolongnya. Juga telah kita sebutkan dalam penjelasan yang lalu bahwa alam semesta ini tertahan dari kehancuran selama ada yang menyebut nama Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Shahih Muslim. Maka peganglah azimat terkuat dan teragung yang ada di alam semesta ini, yang mana jika seseorang memegang erat dengan hatinya maka alam semesta ini akan tunduk, karena ia tidak akan hancur selama masih ada yang menyebutnya, dan lebih mendalamnya lagi bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan orang yang berdzikir dengan menyebut nama “Allah Allah” sebagai penahan bala’ atau musibah, maka beruntunglah bagi mereka yang terus mendalami dan merenungi agungnya makna nama Allah subhanahu wata’ala, yang artinya adalah gerbang harapan. Dijelaskan pula oleh Al Imam At Thabari bahwa makna kalimat “ Allah “ adalah :“ Dzat Yang (layak) disembah dan tidak layak menyembah”.
Allah subhanahu wata’ala adalah satu-satunya dzat yang layak disembah dan Allah subhanahu wata’ala tidak layak menyembah siapa pun. Demikian kemahatunggalan Allah subhanahu wata’ala yang semakin mendalam dengan semakin kita mempelajari rahasia kemuliaan tauhid ini. Kemudian ungkapan “Basmalah” mempunyai hukum, sebagaimana para ahli fiqh menyebutnya sebagai “Ahkaam Al Basmalah (Hukum-hukum Basmalah)”, yang mana terdapat 4 hukum dari pengucapan “Basmalah” yaitu wajib, sunnah, makruh, dan haram. Yang pertama hukumnya adalah wajib, sebagaimana dalam madzhab Syafi’i bahwa “Basmalah” adalah merupakan ayat dari surat Al Fatihah, sehingga wajib hukumnya dibaca dalam surat Al Fatihah ketika shalat, sedangkan terdapat madzhab lain yang berpendapat bahwa “Basmalah” bukanlah termasuk ayat dari surat Al Fatihah namun sebagai tambahan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja, akan tetapi hal ini dipertentangkan oleh para ulama’ madzhab Syafii, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi bahwa jika “Basmalah” itu bukanlah merupakan ayat dari Al qur’an, mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan “Basmalah” diseluruh surat-surat dalam Al qur’an kecuali dalam surat At Tawbah?!, maka hal ini menunjukkan bahwa “Basmalah” merupakan awal dari semua ayat Al qur’an, jika bukan merupakan awal dari semua surat Al qur’an maka seharusnya surat At Tawbah pun diawali dengan “Basmalah”. Sedangkan penetapan surat-surat dan ayat-ayat dalam Al qur’an adalah atas perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mengapa kita harus memotong kalimat “Basamalh” dari surat Al Fatihah. Dan sebagaimana bahwa surat Al fatihah juga disebut sebagai “Sab’u Al Matsaani” yaitu 7 ayat mulia yang dilang-ulang. Namun pendapat yang mengatakan bahwa “Basmalah” bukan merupakan ayat dari surat Al Fatihah yaitu dikarenakan ada beberapa riwayat shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan surat Al Fatihah tanpa “Basmalah”. Hukum kedua pengucapan “Basmalah” adalah sunnah yaitu diucapkan ketika mengerjakan hal-hal yang sunnah seperti berwudhu dan lainnya, begitu juga ketika ketika mengerjakan perbuatan-perbuatan mubah (bukan ibadah) namun diawali dengan mengucapkan “Basmalah” ,maka hal tersebut akan mendapatkan pahala ibadah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap perbuatannya selalu diawali dengan ucapan “Basmalah”. Ketiga hukumnya makruh ketika mengucapkan “Basmalah” dalam melakukan perbuatan yang makruh. Keempat hukumnya haram ketika “Basmalah” diucapkan untuk melakukan perbuatan yang haram. Pembahasan selanjutnya insyaallah kita lanjutkan malam Selasa yang akan datang.
Kita berdoa semoga acara maulid akbar 12 Rabi’ul Awal 1434 H ynag bertepatan pada tanggal 24 Januari 2013 berlangsung sukses dan membawa keberkahan bagi kita semua zhahir dan bathin, kita terjauhkan dari segala musibah zhahir dan bathin, amin allahumma amin. Dan para jamaah yang dapat berperan serta dalam acara ini maka lakukanlah, karena ini adalah sebagai hadiah ulang tahun untuk sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya kita berdzikir bersama semoga Allah subhanahu wata’ala membuka kesulitan dari kita dan mengubahnya menjadi kemudahan zhahir dan bathin , dan semoga Allah subhanahu wata’ala mencukupkan cobaan-cobaan yang datang kepada kita dan menggantikannya dengan keberkahan dan anugerah, amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.

Thursday, 31 January 2013

Mendahulukan Bagian Kanan


Mendahulukan Bagian Kanan


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ. (صحييح البخاري)
Dari aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi SAW menyukai mendahulukan yang kanan dari kiri, saat beliau memakai sandal, saat beliau menyisir, saat beliau bersuci, dan dari segala perbuatannya” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan cahaya kepada alam semesta hingga berpijar dan terang benderang, alam semesta ini akan gelap gulita jika tidak Allah limpahkan cahaya kepadanya, dari cahaya keindahan Allah subhanahu wata’ala, dari cahaya kewibawaan Allah, yang mana telah membuat lebur gunung disaat satu tabir dari 70 ribu tabir yang menutupi antara Sang Pencipta dengan seluruh makhluk itu disingkap, sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an, firman Allah subhanahu wata’ala ketika nabi Musa meminta untuk melihat Allah subhanahu wata’ala:
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (الأعراف : 143 )
“Dan ketika Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhannya telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihatMu". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap pada tempatnya, niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan (keindahanNya) kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur lebur dan Musa pun terjatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepadaMu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman".( Al A’raf : 143 )
Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa gunung itu hancur lebur dan terpendam ke dalam bumi dan tidak akan muncul selama-lamanya hingga akhir zaman. Diriwayatkan dalam tafsir Al Imam At Thabari, ketika malaikat Jibril bertanya kepada nabi Musa apakah ia ingin melihat Allah subhanahu wata’ala, maka nabi Musa As pun mengiyakannya. Maka sebelum Allah subhanahu wata’ala menyingkap satu tabir dari 70 ribu tabir , Allah subhanahu wata’ala memanggil seluruh malaikat yang ada, malaikat penjaga gunung, malaikat penjaga lautan, dan lainnya serta seluruh kekuatan yang ada dan segala-galanya didatangkan, maka sayyidina Musa As bergetar melihat hal itu dan berkata : “Cukup wahai Jibril, cukup jangan dilanjutkan”, maka malaikat Jibril berkata : “Tenanglah wahai Musa dan bertahanlah, sungguh engkau akan menyaksikan hal yang lebih dahsyat daripada itu”.
Lalu ketika itu Allah subhanahu wata’ala membuka langit yang kedua, sehingga terlihatlah gemuruh malaikat yang bertasbih dan berdzikir dimana mereka mengelilingi nabi Musa As sehingga membuat nabi Musa kebingungan dan ketakutan menyaksikan banyaknya malaikat-malaikat dan pijaran-pijaran cahaya yang muncul dari gemuruh dzikir-dzikir mereka, maka nabi Musa As berkata : “Tenanglah wahai Musa dan bertahanlah, engkau akan menyaksikan sesuatu yang lebih dahsyat dari hal ini”, lalu dibukalah langit yang ketiga, dimana sesuatu yang terlihat di langit ketiga jauh lebih dahsyat dari hal-hal yang dilihatnya di langit yang pertama dan langit yang kedua, dimana gemuruh dzikir malaikat-malaikat itu mengalahkan gemuruh ombak dan gelombang di lautan, maka malaikat Jibril kembali berkata : “Tenanglah dan bertahanlah wahai Musa, engkau akan menyaksikan hal yang lebih dahsyat dari hal ini”, kemudian Allah subhanahu wata’ala membuka langit yang keempat maka nabi Musa pun hampir terjatuh roboh dari dahsyatnya sesuatu yang ia lihat di langit yang keempat dari dahsyatnya gemuruh tasbih dan dzikir para malaikat, nabi Musa As pun gemetar menyaksikan hal tersebut, lantas malaikat Jibril kembali menenangkannya dan berkata bahwa ia kan menyaksikan hal yang lebih dahsyat lagi, Allah subhanahu wata’ala masih akan membukakan langit yang kelima, keenam, dan ketujuh, maka nabi Musa pun roboh lantas diberdirikan oleh malaikat Jibril dan kembali menenangkannya, maka nabi Musa pun melihat keajaiban-keajaiban di langit kelima, keenam dan ketujuh, kemudian nabi Musa pun roboh tidak mampu lagi bertahan.
Tujuh puluh ribu ribu tabir yang menutupi rahasia cahaya Allah subhanahu wata’ala, yang dijadikannya seluruh alam semesta ini bercahaya, yang menjadikan jiwa hamba-hambaNya bercahaya, hingga jiwa hamba-hambaNya ingin bersujud dan memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah terjadi di masa lalu dan dosa-dosa yang akan datang. Sebagaimana kita terus terperangkap di dalam kegelapan dosa, dosa adalah kegelapan sedangkan perbuatan baik dan pahala adalah cahaya keridhaan Allah subhanahu wata’ala, sedangkan dosa adalah kegelapan yaitu kemurkaan Allah subhanahu wata’ala. Maka ketika Allah subhanahu wata’ala melimpahkan cahaya untuk menerangi hati manusia sehingga mereka ingin bertobat dan menyesal dari segala dosa yang telah mereka perbuat, namun diantara mereka malu dan berputus asa serta merasa bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak akan mungkin mengampuni dosa-dosanya, maka orang yang demikian ingatlah firman Allah subhanahu wata’ala :
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (الزمر : 53 )
“Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Az Zumar : 53 )
Demikianlah Yang Maha lembut dan berkasih sayang, sungguh besar kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya dan kasih sayangNya yang paling besar adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, rahmatan lil’aalamin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin seluruh pembawa cahaya di dunia dan akhirat, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang paling bercahaya di dunia dan di akhirat, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala tidak memperlihatkan cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dunia, namun akan diperlihatkan kelak di akhirat. Sehingga kelak di hari kiamat, jangankan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, para pengikut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dari para shalihin, para wali Allah dan para muqarrabin ketika mereka melintasi shiraat (jembatan), maka neraka jahannam menjerit dan berkata : “segeralah melintas wahai hamba-hamba Allah, cahaya kalian membakarku”, cahaya itu adalah cahaya tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, cahaya sujud kepada Allah subhanahu wata’ala, cahaya air mata doa, cahaya penyesalan atas segala perbuatan dosa yang telah lalu. Ingatlah bahwa malaikat di kiri kanan seorang hamba senantiasa mencatat perbuatannya dalam setiap detiknya, detik-detik yang terlewati tidak akan pernah kembali selama-lamanya, maka sebelum terlambat dan sebelum sakaratul maut menjelang, kembalilah kepada Allah dan ikutilah tuntunan, pedoman dan budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana akan menjadi lentera dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Hadits agung yang kita baca menjelaskan bahwa diantara tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menyukai “Tayamun” yaitu mengawali sesuatu dengan bagian kanan, seperti disaat memakai sandal, menyisir rambut, dan dalam bersuci serta dalam segala perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun dalam hal ini ada pengecualian, sebagaimana Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani berkata di dalam Fath Al Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut bukanlah segala hal yang diperbuat oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diawali dari bagian kanan, akan tetapi terdapat hal yang diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diawali dari bagian sebelah kiri seperti keluar dari masjid, atau keluar dari kamar mandi maka mendahulukan kaki yang kiri.
Hal ini merupakan tuntunan yang sempurna, sebagaimana dalam ilmu kedokteran membuktikan bahwa darah terlebih dahulu mengalir dari jantung ke bagian kanan, meskipun jantung berada disebelah kiri, sehingga aliran darah mengalir lancar di bagian kanan, sedangkan di bagian kiri aliran darah melemah disebabkan darah telah membawa sel-sel dan bakteri dari bagian kanan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hal selalu memulainya dengan bagian kanan, karena bagian kanan lebih kuat daripada bagian kiri, sebab darah terlebih dahulu mengalir ke bagian kanan, hal ini menunjukkan kesempurnaan tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun hadits tersebut tampaknya sangat ringkas dan sederahana, yaitu memulai setiap perbuatan dengan bagian kanan, seperti ketika memakai sandal maka dimulai dari bagian yang kanan, ketika menyisir rmabut maka dimulai dari bagian yang kanan.
Jika ada yang mengatakan zaman sekarang kok hal-hal yang seperti ini yang dipelajari, orang-orang udah pada sampai ke bulan kok ini masih kitab aja yang diotak-atik”, namun saat ini telah terbukti bahwa orang yang mengatakan pernah sampai ke bulan itu adalah sebuah kedustaan sebagaimana yang dikatakan oleh para Ilmuwan, dimana jika dilihat dari gambar tersebut akan tampak dari dua arah, yang berarti dari cahaya dua lampu dari sudut yang berbeda, maka hal itu adalah kebohongan yang direkayasa. Justru tuntunan sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam inilah yang merupakan kemodernan, maka hal-hal seperti inilah yang seharusnya untuk kita perhatikan dan kita ikuti tuntunannya.
Syarah Kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah Karangan Al Imam Ahmad Bin Zain Al Habsyi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِاسْمِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَر
“ Segala sesuatu (perbuatan) baik yang tidak diawali dengan “ Basamalah”, maka (amal itu) terputus (tidak bernilai di sisi Allah)”
Dan dalam riwayat lain فَهُوَ أَقطع (terpotong dari keberkahan) , dan dalam riwayat yang lainnya فَهُوَ أجذم (terpotong tangannya ). Di zaman sekarang jika bukan karena kasih sayang dan kelembutan Allah subhanahu wata’ala sungguh berapa banyak orang-orang yang akan terpotong karena terkena penyakit kusta, sebagaimana memulai banyak pekerjaan tanpa diawali dengan “Basmalah”, seperti ketika masuk rumah, keluar rumah, ketika akan tidur, bangun tidur, makan, minum dan lainnya. Lalu seseorang akan berkata, rumahku kemasukan syaitan, maka hal ini adalah hal yang biasa karena ketika akan masuk ke dalam rumah ia tidak mengucapkan “Basmalah”, dimana ketika seseorang masuk rumah tidak membaca “Basmalah” maka syaitan pun akan masuk bersamanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ketika kalian akan tidur, maka tutuplah pintu dan ucapkan Basmalah, sesungguhnya syaitan tidak dapat memasuki pintu yang terkunci”, karena pintu itu terkunci dengan “Bismillahirrahmanirrahim”, sehingga syaitan tidak bisa masuk meskipun dengan cara menembus pintu yang terkunci itu.
Oleh karena itu perbanyaklah mengucapkan Basmalah dalam setiap perbuatan, sungguh “Basmalah” adalah kalimat yang agung dan luhur. Lafazh بِسْمِ telah kita bahas dalam mejelis-majelis yang lalu. Adapun lafazh الله , yang terdiri dari huruf alif ( ا ) yang bermakna tunggal , lam ( ل ) yang berarti “Lillah” ( لِله ) yaitu milik Allah, kemudian tersisa huruf “lam dan ha’ ( ل، هـ ) yaitu ( لَهُ ) yang bermakna “milikNya, milik Allah, atau untuk Allah”, dan huruf yang terakhir adalah huruf ha’ ( ــهُ ) sebagaimana yang banyak diajarkan oleh para ulama’ kepada murid-muridnya dzikir dengan lafazh ( ـهُ ) atau يا هو .
Demikianlah keagungan lafazh ( الله) , dimana kita semua tidak pantas untuk menterjemahkannya. Kemudian penjelasan lafazh ( الرحمن) insyallah kita lanjutkan di majelis yang akan datang.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
....
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Syahid di Kota Madinah


Syahid di Kota Madinah


عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : قَالَ: اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي، شَهَادَةً، فِي سَبِيلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي، فِي بَلَدِ رَسُولِكَ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح البخاري)
Dari Zeyd bin Aslam, dari ayahnya, dari Umar Ra berdoa: “Wahai Allah, berilah aku mati syahid di jalan Mu (SWT), di kota Rasul Mu (SWT) (Madinah kota Nabi) Shallallah alayhi wa sallam” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membangkitkan jiwa dengan keluhuran, dan tiada hal yang lebih luhur dari keridhaan Allah subhanahu wata’ala, hal itulah yang paling luhur dan hal itu disimpan oleh Allah subhanahu wata’ala pada sosok makhluk yang paling diridhai Allah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Keridhaan Allah subhanahu wata’ala tersimpan pada setiap budi pekerti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, tersimpan pada setiap ucapan-ucapan dan tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kesemua hal itu adalah mutiara ridha Ilahi. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari, dan diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ketika penduduk surga dikumpulkan dan Allah subhanahu wata’ala bertanya kepada mereka : “Wahai hamba-hambaKu, maukah kalian Kuberi (kenikmatan) lebih dari semua ini?”, maka penduduk surga berkata : “Wahai Allah, kenikmatan apalagi yang melebihi semua ini, Engkau telah mengampuni dosa-dosa kami dan menjauhkan kami dari api neraka, dan Engkau telah memberikan kepada kami limpahan kenikmatan yang abadi, maka apalagi yang melebihi dari semua ini?!”, lalu Allah subhanahu wata’ala menjawab :
أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُم أَبَداً
“Kuhalalkan (Kuberikan) untuk kalian keridhaanKu, dan Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya”
Maka jelaslah bahwa keridahaan Allah subhanahu wata’ala adalah puncak kenikmatan Ilahi yang melebihi segala kenikmatan-kenikmatan di surga, dan hal itu tersimpan pada budi pekerti sayyidina Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terlewati dalam siang dan malam beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala hal, yang diantaranya adalah bagaimana adab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap yang lebih tua, adab beliau terhadap tetangga, kerabat, keluarga, istri, dan anak-anak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, adab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang-orang yang dalam kesusahan, adab beliau terhadap ahli kitab (yahudi dan nasrani), dan lain sebagainya. Maka tuntunan-tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal-hal tersebut adalah merupakan keridhaan Ilahi, alangkah indahnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan betapa Maha Indahnya Yang menciptakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana jiwa-jiwa para sahabat dan seluruh orang-orang yang mulia yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, yang mana mereka selalu ingin dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik di masa kehidupan mereka di dunia, hingga setelah wafat pun mereka tidak ingin jauh dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana riwayat sayyidina Umar bin Khattab yang kita baca, dimana beliau berdoa dengan mengucapkan :
اَللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِيْ فِيْ بَلَدِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Wahai Allah, anugerahilah aku mati syahid di jalanMu, dan jadikanlah kematianku di negeri (kota) utusanMu (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”
Sayyidina Umar memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar meninggal syahid di jalan Allah subhanahu wata’ala, namun permohonan tersebut diiringi dengan permintaan yang lain yaitu meninggal syahid di negeri (kota) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Madinah Al Munawwarah. Padahal seseorang yang mati syahid dimana pun maka akan tetap tergolong ke dalam kumpulan para syuhada’ (orang-orang yang meninggal syahid) dan merupakan kemuliaan dan keluhuran yang sangat besar, namun karena sayyidina Umar bin Khattab tidak ingin jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik di masa hidup beliau atau setelah beliau wafat, sehingga beliau meomohon kepada Allah untuk diwafatkan di negeri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Allah subhanahu wata’ala mengabulkan doa sayyidina Umar bin Khattab, sehingga beliau tidak hanya wafat di kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan tetapi juga dimakamkan berdampingan dengan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam detik-detik akhir kehidupan beliau ketika sakaratul maut, di waktu shalat zhuhur dan dalam riwayat yang lainnya di waktu shalat asar datanglah orang yang akan membunuhnya kemudian langsung menghunuskan pedang ke perut sayyidina Umar bin Khattab, sehingga robeklah perut beliau, dan dalam keadaan demikian lantas beliau meminta susu untuk diminum, sebagaimana hal ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit dan merasa lemah maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meminta susu dan meminumnya. Dan hal tersebut dapat kita temui dalam kitab-kitab Syamaail Ar Rasuul shallallahu ‘alaihi wasallam, disana disebutkan bahwa diantara minuman-minuman yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah susu, air buah-buahan dan air putih. Dan dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai air buah-buahan atau bisa dinamakan jus dalam kehidupan kita di zaman sekarang. Maka sayyidina Umar bin Khattab Ra dalam keadaan perutnya yang telah terbelah beliau meminta susu kemudian meminumnya, akan tetapi susu itu setelah beliau minum maka tumpah keluar dari bekas luka di perutnya, lalu sayyidina Umar bin Khattab merasa bahwa ia dalam keadaan sakaratul maut, maka sayyidina Umar bin Khattab memerintah putranya untuk menemui sayyidah Aisyah Ra, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta izin kepada sayyidah Aisyah apakah beliau mengizinkan sayyidina Umar untuk dimakamkan dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika itu sayyidina Umar Ra berkata kepada putranya untuk menemuia sayyidah Aisyah dan menyampaikan salam kepada beliau dari Umar bin Khattab, dan melarang putranya untuk menyebut dihadapan sayyidah Aisyah dengan sebutan Amir Al mu’minin, karena saat itu beliau menganggap dirinya bukan lagi sebagai amir al mu’minin karena telah mengalami luka yang sangat parah, demikian yang disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari. Namun bukan berarti ketika beliau menyandang sebutan sebagai amir al mu’minin hal tersebut membuat beliau bersikap atau merasa sombong atau yang lainnya, namun beliau merasa tidaklah pantas dengan gelar amir al mu’minin untuk beliau ketika keadaan beliau sedang lemah dan sekarat. Maka sayyidina Umar bekata kepada putranya : “Temuilah ummul mu’minin sayyidah Aisyah dan sampaikan kepada beliau bahwa Umar menyampaikan salam kepada beliau dan meminta izin bolehkah ia dimakamkan berdekatan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, setelah mendengar kabar tersebut sayyidah Aisyah sedih dan menangis karena sayyidina Umar dalam keadaan sakaratul maut. Maka sayyidah Aisyah pun mengizinkan sayyidina Umar bin Khattab untuk dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun tempat itu sebenarnya sayyidah Aisyah siapkan untuk makam beliau, namun karena amir al mu’minin sayyidina Umar bin Khattab yang meminta maka sayyidah Aisyah mengizinkannya. Kemudian putra sayyidina Umar segera kembali dan telah mendapati ayahnya telah tersengal-sengal dan ia berkata : “Telah diizinkan wahai amir al mu’minin”, maka sayyidina Umar berkata : “Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku dambakan daripada agar aku dimakamkan berdekatan dengan makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” . Demikian kuatnya cinta sayyidina Umar bin Khattab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syarah Kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah Karangan Al Imam Ahmad Bin Zain Al Habsyi
Makna kalimat (باسم الله ) telah kita bahas dalam pertemuan-pertemuan yang lalu. Selanjutnya adalah pembahasan tentang makna ( الرحمن الرحيم ). Sebagaimana dijelaskan jika kalimat ( باسم الله ) tidak dilanjutkan dengan kalimat ( الرحمن الرحيم ) maka alam semesta ini akan hancur dari kewibawaan nama Allah subhanahu wata’ala. Adapun makna ( الرحمن) adalah kenikmatan yang Allah subhanahu wata’ala berikan untuk seluruh makhluknya, dari manusia, hewan dan tumbuhan, manusia yang beriman atau pun yang kafir, manusia yang baik atau pun yang jahat di dunia. Adapun makna kalimat ( الرحيم) adalah kenikmatan dari Allah subhanahu wata’ala yang hanya diberikan kepada hamba-hamba yang beriman saja, seperti kenikmatan sujud, kenikmatan munajat dan doa, kenikmatan shalat berjamaah, kenikmatan shalat di masjid dan lainnya yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala di dunia kemudian di akhirat diberi kenikmatan surga yang kekal dan abadi. Adapun kenikmatan yang diberikan kepada seluruh makhluk Allah dalam kehidupan di dunia seperti melihat, mendengar, berbicara, berjalan dan lainnya hal itu semua diberikan dari sifat Allah subhanahu wata’ala ( الرحمن), yang mana kenikmatan-kenikmatan tersebut Allah subhanahu wata’ala berikan kepada semua makhluknya baik yang taat atau pun yang tidak taat kepada Allah subahanahu wata’ala. Dan kita ketahui diantara kenikmatan-kenikmatan tersebut ada yang Allah cabut dari hamba-hambaNya dengan kehendakNya, seperti seseorang yang Allah jadikan tidak memiliki pendengaran sejak ia lahir, dan ada juga yang sejak lahir mungkin diberi pendengaran oleh Allah namun setelah beberapa tahun ia tidak lagi dapat mendengar, maka hal-hal seperti ini adalah terjadi atas kehendak dari Allah subhanahu wata’ala, demikianlah makna ( الرحمن الرحيم ). Sungguh segala kenikmatan yang pernah ada pada segala ciptaan Allah akan berakhir dan kemudian bersambung dengan kemuliaan kehidupan dan kenikmatan yang abadi yang dikehendaki Allah subhanahu wata’ala tersimpan dalam rahasia kemuliaan makna ( الرحمن الرحيم )., yang mana hal-hal itu pasti akan datang kepada kita semua. Setelah kehidupan dunia ini berakhir, kelak hanya ada 2 tempat yaitu surga dan neraka, tidak ada tempat lain selain keduanya. Yang harus selalu kita fikirkan adalah setelah kita wafat kelak dimanakah tempat kita?!. Renungkanlah, sejak kita bangun dari tidur hingga detik ini, manakah yang lebih banyak antara kita mengingat Allah dan mengingat selain Allah subhanahu wata’ala. Padahal satu detik pun terlewatkan untuk mengingat selain Allah subhanahu wata’ala hal itu telah cukup untuk melemparkan seseorang ke dalam jurang api neraka, bagaimana halnya jika waktu banyak yang terlewatkan untuk mengingat selain Allah subhanahu wata’ala, dan bagaimana halnya jika waktu-waktu terlewatkan tidak pernah mengingat Allah subhanahu wata’ala, wal’iyaadzu billah. Maka seluruh rahasia kemuliaan kenikmatan yang Allah berikan kepada makhluk-makhlukNya terdapat pada kalimat ( الرحمن الرحيم ). Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala memberikan pengampunan kepada hamba-hambaNya yang memohon pengampunan. Sungguh pengampunan Allah subhanahu wata’ala sangat murah dan mudah, hanya siapakah yang menginginkan dan mau meminta pengampunan tersebut. Allah Maha Mengetahui bahwa hamba-hambaNya selalu berbuat kesalahan dan dosa sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi :
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ
“Wahai hamba-hambaKu, seseungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah pengampunan kepadaKu, Aku akan mengampuni kalian”
Allah Maha Mengetahui akan hamba-hambaNya yang senantiasa berbuat dosa di siang dan malam, namun banyak diantara mereka yang telah berbuat dosa akan tetapi tidak mau meminta pengampunan dari Allah subhanahu wata’ala. Maka rahasia kemuliaan kalimat ( باسم الله الرحمن الرحيم ) , sebagaimana dijelaskan oleh para imam seprti Al Imam At Thabari, Al Imam Ibn Katsir, Al Imam Qurthubi dan imam-imam yang lainnya, bahwa kemuliaan seluruh Al qur’an Al Karim tersimpan pada kalimat ( باسم الله الرحمن الرحيم ), maka kalimat ini menyimpan seluruh makna tuntunan Allah subhanahu wata’ala. Dalam kalimat tersebut tersimpan rahasia kenikmatan Allah subhanahu wata’ala, keagungan Allah subhanahu wata’ala, tuntunan Allah subhanahu wata’ala, perbuatan Allah kepada hamba-hamba yang baik atau hamba-hamba yang tidak baik, segala perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala dan lain sebagainya. Maka sampai disini kita telah selesai dari pembahasan makna ( باسم الله الرحمن الرحيم ). Pembahasan berikutnya kita lanjutkan pada majelis yang akan datang insyaallah.
Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, agar dijauhkan dari kita segala musibah, musibah yang zhahir dan musibah yang bathin. Kita tidak hanya memandang musibah yang zhahir saja, sebab musibah yang zahir juga disebabkan oleh musibah yang bathin yaitu dosa-dosa yang diperbuat, karena dosa-dosa itulah musibah-musibah muncul, maka kita yang telah berbuat dosa-dosa itu maka seakan-akan kita juga telah membuat musibah-musibah itu datang dan menimpa kita. Semoga Allah subhanahu wata’ala memaafkan dan mengampuni seluruh dosa-dosa kita dan semakin mempermudah kita untuk berbuat hal-hal yang luhur serta semakin mempermudah kita untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala segera mengangkat musibah-musibah yang sedang menimpa kita, dan musibah-musibah mendatang yang akan menimpa kita, dan semoga Allah subhanahu wata’ala membimbing kita dalam menghadapi kehidupan kita. Ya Allah kami titipkan kepada namaMu yang terindah seluruh sisa kehidupan kami di masa mendatang di dunia dan akhirat, dan kami titipkan pada samudera pengampunanMu segala dosa-dosa kami, dosa ayah bunda kami, dosa keluarga dan kerabat kami, serta dosa-dosa saudara/i kami muslimin dan muslimat. Wahai Yang Memiliki dunia dan akhirat, kepada siapa kami memohon dan meminta selain kepadaMu. Engkaulah Yang Maha Abadi dan Maha Sempurna.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

MENDOAKAN SI SAKIT



MENDOAKAN SI SAKIT

Cara  seorang  muslim  menjenguk saudaranya yang sakit berbeda dengan cara yang dilakukan orang lain (selain  Islam),  karena disertai  dengan  jampi dan doa. Maka diantara sunnahnya ialah si penjenguk mendoakan si sakit  dan  menjampinya  (membacakan bacaan-bacaan  tertentu)  yang  ada riwayatnya dari Rasulullah saw..

Imam Bukhari menulis "Bab Du'a al-'Aa'id lil-Maridh" (Bab  Doa Pengunjung  untuk  Orang Sakit), dan menyebutkan hadits Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila menjenguk orang sakit  atau si sakit yang dibawa kepada beliau, beliau mengucapkan:

"Hilangkanlah penyakit ini, wahai Tuhan bagi manusia, sembuhkanlah, Engkau adalah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit."27

Dan Nabi saw. pernah menjenguk Sa'ad bin Abi  Waqash  kemudian mendoakannya:

"Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad, dan sempurnakanlah hijrahnya."28

Ada  suatu  keanehan  sebagaimana  dikemukakan  dalam  al-Fath (Fathul-Bari),  yaitu  adanya  sebagian  orang yang menganggap musykil mendoakan kesembuhan si sakit. Mereka beralasan  bahwa sakit   dapat   menghapuskan  dosa  dan  mendatangkan  pahala, sebagaimana disebutkan dalam beberapa  hadits.  Maka  terhadap kemusykilan   ini  al-Hafizh  Ibnu  Hajar  memberikan  jawaban demikian, "Sesungguhnya doa itu adalah  ibadah,  dan  tidaklah saling  meniadakan  antara  pahala dan kafarat, sebab keduanya diperoleh  pada  permulaan  sakit  dan  dengan   sikap   sabar terhadapnya.  Adapun  orangyang  mendoakan  akan  mendapat dua macam kebaikan,  yaitu  mungkin  berhasil  apa  yang  dimaksud --atau  diganti  dengan  mendapatkan  kemanfaatan  lain-- atau ditolaknya suatu bahaya, dan semua itu merupakan karunia Allah Ta'ala."29

Memang,  seorang  muslim harus bersabar ketika menderita sakit atau ditimpa musibah, tetapi hendaklah ia meminta  keselamatan kepada Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Janganlah kamu mengharapkan bertemu musuh, dan mintalah keselamatan kepada Allah. Tetapi apabila kamu bertemu musuh, maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwasanya surga itu di bawah bayang-bayang pedang."30

Di dalam hadits lain beliau bersabda:

"Mintalah ampunan dan keselamatan kepada Allah, sebab tidaklah seseorang diberi sesuatu setelah keyakinan, yang lebih baik daripada keselamatan."31

Juga dalam hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. bersabda

 "Perbanyaklah berdoa memohon keselamatan."32

Salah satu doa beliau saw. adalah:

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu penjagaan dari yang terlarang dan keselamatan dalam urusan dunia dan agamaku, keluarga dan hartaku."33

Di antara doa yang ma'tsur  lainnya  ialah  yang  diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

"Apabila seseorang menjenguk orang sakit, maka hendaklah ia mendoakannya dengan mengucapkan, "Ya Allah, sembuhkanlah hamba-Mu, agar dia dapat membunuh musuh-Mu, atau berjalan kepada-Mu untuk melakukan shalat."34

Artinya, dalam kesembuhan orang mukmin itu  terdapat  kebaikan untuk  dirinya  dengan  dapatnya  ia melaksanakan shalat, atau kebaikan untuk umatnya karena mampu menunaikan jihad.

Sedangkan  yang  dimaksud  dengan  "musuh"  di  sini   mungkin orang-orang  kafir  yang  memerangi umat Islam, atau iblis dan tentaranya. Maka  dengan  kesehatannya  seorang  muslim  dapat menumpas   mereka   dengan   serangan-serangannya,  dan  dapat mematahkan  argumentasi  mereka  dengan  hujjah   yang   dapat dipercaya.35

Selain  itu, ada lagi hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda:

"Barangsiapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu ia mengucapkan doa ini disampingnya sebanyak tujuh kali: (Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung Tuhan bagõ 'arsy yang agung, semoga la berkenan menyembuhkanmu), niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit tersebut."36

 

LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT



LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT
 
Sebagaimana  terdapat  beberapa  hadits  yang   memperbolehkan perempuan  menjenguk  laki-laki  dengan syarat-syaratnya, jika diantara mereka terjalin hubungan, dan laki-laki itu punya hak terhadap  wanita  tersebut,  maka  laki-laki juga disyariatkan untuk menjenguk wanita dengan syarat-syarat yang sama. Hal ini jika  diantara  mereka  terjalin  hubungan yang kokoh, seperti hubungan  kekerabatan  atau   persemendaan,   tetangga,   atau hubungan-hubungan  lain  yang  menjadikan  mereka memiliki hak kemasyarakatan yang lebih banyak daripada orang lain.

Diantara   dalilnya   ialah   keumuman   hadits-hadits    yang menganjurkan  menjenguk  orang  sakit,  yang  tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Sedangkan diantara dalil  khususnya  ialah  yang  diriwayatkan oleh  Imam  Muslim  dalam  Shahih-nya  dari Jabir bin Abdullah r.a.:

"Bahwa Rasulullah saw. pernah menjenguk Ummu Saib --atau Ummul Musayyib-- lalu beliau bertanya, 'Wahai Ummus Saib, mengapa engkau menggigil?' Dia menjawab, 'Demam, mudah-mudahan Allah tidak memberkatinya.' Beliau bersabda, 'Janganlah engkau memaki-maki demam, karena dia dapat menghilangkan dosa-dosa anak Adam seperti ububan (alat pengembus api pada tungku pandai besi) menghilangkan karat besi.'"20

Padahal, Ummus Saib tidak termasuk salah seorang  mahram  Nabi saw. Meskipun begitu, dalam hal ini harus dijaga syarat-syarat yang  ditetapkan  syara',  seperti  aman   dari   fitnah   dan memelihara  adab-adab  yang  sudah  biasa  berlaku  (dan tidak bertentangan  dengan  prinsip  Islam;  Penj.),   karena   adat kebiasaan itu diperhitungkan oleh syara'.

 

12HR Abu Daud dan disahkan oleh Hakim. Diriwayatkan juga oleh Bukhari dengan susunan redaksional yang lebih lengkap, sebagaimana terdapat dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 113. Lihat juga al-Adabul-Mufrad, karya Imam Bukhari, "Bab al-'Iyadah minar-Ramad," hadits no. 532. ^
13 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5656. ^
14 Fathul-Bari, juz 10, hlm. 119. ^
15 Diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana tertera dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 118, hadits 5655. Beliau juga meriwayatkannya dalam al-Jana'iz.5651. ^
17 Ibid. ^
18 Al-Adabul-Mufrad, karya al-Bukhari "Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal al-Maridh," hadits nomor 530. ^
19 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5654. ^
20 Muslim dalam "Kitab al-Birr," hadits nomor 4575. ^

Khalwat Sebagai Problem Sosial Syariat



Khalwat Sebagai Problem Sosial Syariat
Dalam rangka menjaga fitrah wanita, Islam menganjurkan agar wanita hendaknya lebih banyak tinggal di rumah (QS. al-Ahzab [33]: 33). Anjuran ini sebagai langkah preventif Islam untuk mencegah terjadinya banyak fitnah yang dapat timbul akibat berbaurnya antara dua jenis kelamin, pria dan wanita, di luar rumah. Apalagi karena pria memang harus lebih banyak aktif di luar rumah demi menunaikan tugas pokoknya sebagai pencari nafkah bagi keluarga. Demikian tuntunan dasar kehidupan menurut Islam.

Namun, dalam kondisi tertentu, wanita kerap terpaksa harus keluar rumah. Baik itu karena kondisi hajah(kebutuhan) atau dharurah(terpaksa). Hajahseperti keluar rumah untuk silaturahim, belajar, atau karena keaktivan dalam kegiatan dakwah. Sedangkan dharurahadalah seperti keluarnya wanita untuk keperluan berobat ke dokter atau wanita yang terpaksa mencari nafkah karena desakan ekonomi yang menghimpit.
            Islam sendiri, pada dasarnya, memberi kelonggaran kepada wanita Muslimah untuk keluar rumah jika kondisinya memang menuntut untuk itu. Baik itu karena kebutuhan atau karena terpaksa. Pembolehan ini berlaku sepanjang adab-adab keluar rumah tetap dijaga dan dipelihara. Adab-adab yang dimaksud antara lain mencakup menghindari pemakaian parfum, tidak memakai pakaian dengan warna yang mencolok sehingga mengundang perhatian, kain pakaian hendaknya yang tebal dan longgar sehingga tidak menampakkan lekuk tubuh, menutup aurat, tidak menyerupai pakaian pria, dll. Dengan demikian, kebutuhan si wanita, di satu sisi, tetap dapat terpenuhi; dan di sisi lain, dampak negatif yang mungkin timbul dari keluarnya si wanita dari rumah, sedemikian rupa, juga dapat dieliminir.
            Di antara adab yang penting untuk diperhatikan dalam hubungan antara pria dan wanita, khususnya bagi yang tidak memiliki hubungan mahram antara keduanya, adalah menghindari khalwat.
Apakah khalwat itu? Khalwat (khalwah)  dalam bahasa Arab berarti berdua di suatu tempat dimana tidak ada orang lain. Maksud dari tidak adanya orang lain dalam hal ini mencakup: (1) tidak ada orang lain sama sekali; atau (2) ada orang lain dan keberadaan keduanya kelihatan tetapi pembicaraan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang itu. Inilah makna khalwat secara bahasa. Menurut al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqh Kuwait), makna bahasa sebagaimana dipaparkan di atas semakna dengan terminologi khalwat menurut ahli-ahli fiqh Islam. Dengan kata lain tidak ada perbedaan untuk kata khalwat antara makna bahasa dan makna istilah syar’i.
Lebih lanjut Syekh Abdullah al-Bassam menyebut dua bentuk khalwat. Pertama, mughallazhah(berat), ialah berduanya seorang pria dan wanita di suatu tempat yang mana keduanya tidak dilihat oleh orang lain. Kedua, mukhaffafah(ringan), yaitu berduanya seorang pria dan wanita di tengah-tengah manusia sehingga keduanya kelihatan namun percakapan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang khalwat. Sabda beliau: “Janganlah sekali-kali seorang pria berduaan dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih) Tidak bisa dipungkiri bahwa berduanya seorang pria dengan wanita yang bukan mahramnya sangat potensial membuka peluang terjadinya fitnah. Kendati boleh jadi keduanya tidak memiliki niat jahat. Oleh sebab itu, hadits di atas dengan tegas melarang perbuatan tersebut.
Dengan merujuk kepada makna khalwat di atas maka banyak fenomena khalwat yang dapat dikemukakan. Terutama khalwat yang umumnya kurang diperhatikan oleh masyarakat kita. Contohnya adalah berduanya seorang pria dengan wanita di atas kendaraan. Walaupun pria tersebut sedang mengemudikan mobil, misalnya. Keberadaan keduanya di atas mobil memang kelihatan oleh orang lain. Tetapi pembicaraan antara keduanya tidak didengar oleh siapapun.
Termasuk dalam kategori perbuatan khlawat adalah “khalwat profesi”.  Yaitu khalwat yang terjadi karena “tuntutan” profesi. Konsultan, dokter, perawat, adalah sebagian contoh. Profesi-profesi ini rentan untuk bisa berdua dengan klien atau pasiennya.
Tidak terkecuali pula, dalam konteks khalwat ini, yang kerap terjadi dalam sebagian masyarakat adalah khalwat dalam pergaulan dengan kerabat dekat yang bukan mahram. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah kalian masuk ke (ruang) wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kerabat suami?” Beliau menjawab: “Kerabat suami itu (laksana) maut.” (HR. Bukhari) Dalam hadits ini, Rasulullah menyebut kerabat suami sebagai maut karena dapat menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak dikehendaki. Apalagi jika mengingat kedudukan keluarga suami yang demikian dekat sehingga jarang menimbulkan kecurigaan dan luput dari perhatian. 
Sebagai solusi untuk keluar dari problem khalwat ini adalah dengan bersama dengan pria atau wanita lain. Demikian menurut Imam Abu Hanifah. Lebih baik lagi jika pria atau wanita tersebut adalah mahram. “Janganlah seorang lelaki berdua dengan seorang wanita,” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “kecuali dengan mahram.” (HR. Bukhari) Hadits ini bersama hadits-hadits yang lain memberi makna bahwa kondisi khalwat dapat dihilangkan dengan kehadiran salah satu lawan jenis lain. Dengan demikian, hilanglah kondisi khalwat yang dapat menimbulkan fitnah. Tentu saja bila komunikasi atau berkumpulnya antara pria dan wanita tersebut dalam perkara-perkara yang mubah dan dengan tetap menjaga batasan-batasan syariat yang ada.
Jika dikaitkan dengan maqashid al-syari’ah(tujuan syariat) yang salah satunya adalah hifzh al-nasab (menjaga nasab/keturunan), tampak jelas relevansi dan hikmah tuntunan syariat untuk menghindari khalwat. Keinginan Islam untuk menciptakan jalinan masyarakat yang harmonis, bersih dari penyimpangan, dan berjalan di atas fitrah yang murni adalah sebagian hikmah di balik larangan khalwat ini. Wallahu ta’ala a’lam bi al-shawab. (Oleh Ust.Ilham Jaya,Lc.Dikutip dari Majalah Dakwah Kampus AL FIRDAUS)

Maraji’

-   Abdullah ibn Abdurrahman al-Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram.
-   Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtassh bi al-Mu’minat. Diterjemahkan oleh Rahmat al-“Arifin Muhammad ibn Ma’ruf dengan Sentuhan Nilai Kefikihan untuk Wanita Beriman.  
-   Ahmad ibn Abdurrazzaq al-Duwaisy (ed.), Fatawa al-Lajnah al-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’.
-   Asyraf ibn Abdulmaqshud (ed.), Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah.